INSPIRASI – Ulama ahli Tafsir dan Qur’an asal Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha, dalam suatu majelis pengajian kitab bersama para santri menceritakan sebuah riwayat hadis.
Berikut Kisah/riwayat hadis yang disampaikan oleh Gus Baha yang dinukil dari chanel YouTube Almadad7.
Bahwa suatu saat Rasulullah SAW sedang mengajar sahabat-sahabatnya di teras masjid.
Kemudian di tengah pengajian tersebut, ada seorang pemuda dengan santainya melewati jamaah pengajian.
Pemuda tersebut terlihat sedang memikul cangkul, menunjukkan bahwa dia akan bekerja.
Lalu, salah satu sahabat yang sedikit ektrim langsung mengomentari pemuda tersebut.
“Sial betul pemuda itu! ada Rasulullah sedang memberi pengajian, dia lewat saja! Bukannya berhenti dan ikut ngaji malah jalan saja, celakalah dia!”
Kemudian, Rasulullah SAW langsung menanggapi komentar tersebut.
“Kamu jangan berkomentar seperti itu! Dia itu bekerja bisa saja supaya tidak meminta-minta. Itu aadalah sunnahku.”
Kemudian Rasulullah melanjutkan, “Atau dia bekerja untuk keluarganya, untuk ibunya. Itu juga sunnahku. Dan Allah mencintai orang mukmin yang bekerja”.
Gus Baha menjelaskan, dari kisah tersebut kita bisa mengambil hikmah, bahwa Nabi Muhammad SAW justru memperbolehkan si pemuda yang tidak ikut mengaji itu karena sebab bekerja.
Sejak saat itu, sahabat tidak lagi mudah mencemooh orang yang tak ikut mengaji, apalagi jika alasan mereka adalah untuk bekerja.
Riwayat ini, lanjut Gus Baha, sekaligus menjadi pengingat bagi para kyai atau pemuka agama, supaya tidak terlalu cepat bersikap reaktif saat mengetahui jamaahnya tidak bisa ikut mengaji.
Dalam pengajian tersebut, Gus Baha pun sempat melontarkan guyonannya, “Saya ini kyai yang sukses. Sebab yang mengaji saya puji, yang tidak mengaji juga saya puji,” ucapnya berseloroh.
Gus Baha melanjutkan, pada dasarnya orang yang datang ke pengajian adalah orang yang ingin belajar.
Sementara orang yang tidak ikut mengaji karena bekerja, sebenarnya sedang menerapkan ilmu yang telah diperolehnya.
“Misalkan bekerja untuk mencari nafkah, mengasuh anak, atau bahkan mengajak bermain anaknya sebagai bentuk kasih sayang. Itu semua adalah cara manusia menerapkan ilmu yang diterima dalam kehidupan,” tuturnya.
“Toh jika berhalangan mengaji karena urusan keluarga atau mencari nafkah, tidak menjadi masalah. Berbeda halnya jika meninggalkan pengajian atau ibadah untuk melakukan perbuatan maksiat atau yang diharamkan,” tambah Gus Baha. (dbs/red) http://katanya.co.id